Sumber:
Ilmu Manajemen dan Industri Ternak Perah oleh Prof. Dr. Ir. Trijoko W. M., DEA
Penulis:
Muhammad Fajrul Arief, S.Pt
MANAJEMEN BIBIT
Pendahuluan
Pada prinsipnya, topik pembicaraan dalam manajemen bibit ternak perah meliputi: 1) bangsa ternak, 2) seleksi ternak, 3) analisis produksi, dan 4) evaluasi lokasi pengembangan ternak meliputi cuaca dan iklim. Hal ini bertujuan untuk keberhasilan dalam menangani bibit ternak agar mereka bisa tumbuh dan berkembang sesuai dengan tujuan pemelliharaan.
Seleksi calon induk
Seleksi dilakukan dengan berbagai kriteria yang sudah ditentukan. Kriteria ini berbeda-beda bergantung pada setiap bangsa ternak. Berikut merupakan kriteria penilaian pada beberapa ternak perah
- Friesian Holstein (FH): 1) keadaan umum (30%), 2) sifat perahan (20%), 3) kapasitas badan (20%) dan sistem perambingan (30%).
- Brown Swiss: 1) keadaan umum dan tipe bangsa (15%), 2) kondisi kepala dan leher (10%), 3) kondisi tubuh (35%), 4) sistem perambingan (35%) dan keadaan kaki serta tracak (5%).
- Jersey: 1) keadaan kepala dan leher (10%), 2) keadaan tubuh (36%), 3) sistem perambingan (24%), 4) keadaan puting dan vena susu (15%) dan 5) keadaan umum (15%).
Keterangan:
- Kondisi tubuh meliputi: ciri umum (sifat betina, keharmonisan, kepala), tl belakang, tl punggung, tl bahu, tl pinggul, tl pangkal, tl ekor dan perkakian (kaki depan, kaki belakang dan tracak).
- Sifat perahan meliputi: keadaan leher, gumba, tulang rusuk, paha, lipatan paha, kulit dan rambut.
- Kapasitas tubuh meliputi: lingkar perut dan lingkar dada.
- Sistem perambingan meliputi: ambing (ukuran, pertautan, konsistensi, depan dan belakang), puting dan vena.
Pengembangan stok bibit sapi perah
Iklim mempengaruhi pengembangan stok bibit sapi perah. Negara beriklim 2 musim akan memiliki pola pengembangan yang berbeda dengan negara beriklim 4 musim. Iklim tersebut dapat digunakan sebagai landasan dalam pembuatan program pengembangan stok bibit sapi perah. Program tersebut perlu dibedakan antara pusat bibit murni dengan bibit tak murni (penghasil susu, daging atau dual purpose).
Potensi bibit jantan dan betina ketika lahir relatif sama. Hal ini dapat digunakan sebagai landasan dalam penyusunan program pengembangan bibit dengan tuhuan tertentu. Ketika program menuju swasembada daging, maka bibit jantan dapat dikembangkan untuk mengarah pada produksi daging putih (veal meat) sedangkan bibit betina dapat dikembangkan sebagai stok pengganti. Pola semacam ini disebut sebagai pola pembibitan sapi industri.
Penanganan mortalitas bibit
Mortalitas (kematian) bibit kebanyakan diakibatkan oleh kehilangan embrionik, aborsi (sebelum usia kebuntingan 7 bulan), kelahiran prematur, kekurangan pakan, gizi dan penyakit. Hipotesis dalam penanganan mortalitas bibit adalah penekanan angka kematian diduga akan mempengaruhi kematian bibit. Berikut merupakan beberapa angka mortalitas pada berbagai kondisi:
- Bibit di Etiopia: bibit baru lahir (7 - 16%), kematian pasca kelahiran (5%) dan pembesaran bibit (10%).
- Bibit di Indonesia: bos Taurus (26%), FH (20%) dan Jersey (44,5%).
Berdasarkan kedua data di atas, secara umum dapat dikatakan bahwa kematian bibit di negara tropis cenderung sangat besar. Keadaan ini diduga dapat ditekan melalui sistem budidaya yang mengacu pada good breeding practices sehingga diperoleh bibit yang cepat tumbuh dan sapi dara dapat beranak umur muda.
Pertumbuhan bibit yang cepat
Pertumbuhan bibit yang cepat dapat diperoleh dari pola pakan bibit yang baik dan memadai serta perkembangan berat induk bunting. Perkembangan berat badan dipertimbangkan sebagai indikator pubertas bibit yang lebih baik dari pada umur. Berat badan sapi dari daerah subtropika diduga akan mengalami penurunan ketika dikembangkan pada daerah yang mendekati katulistiwa. Hal ini dikarenakan adanya pengaruh suhu lingkungan. Diduga, pada suhu lebih dari 27 derajat C akan mengalami depresi nafsu makan sehingga mempengaruhi alokasi gizi pakan untuk foetus khususnya pada akhir kebuntingan, daya hidup bibit serta berat lahirnya.
Seleksi
Tujuan dari seleksi adalah untuk menentukan ternak mana yang akan dipilih sebagai tetua, penghasil bibit dan regenerasi. Dasar pada seleksi adalah pemilihan gen terbaik yang menuju pada nilai superioritas. Ternak dengan nilai superioritas tidak diinginkan akan disingkirkan (culling). Berikut merupakan pertumbuhan bibit sapi perah yang dianjurkan:
|
Ayshire dan Guernsey |
Brown Swiss dan FH |
Jersey |
||||||
Umur |
LD |
TG |
BB |
LD |
TG |
BB |
LD |
TG |
BB |
Lahir |
Dalam Inchi |
lbs |
Dalam Inchi |
lbs |
Dalam Inchi |
lbs |
|||
Bulan |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
1 |
- |
27 |
65 |
29 |
29 |
93 |
- |
26 |
56 |
2 |
32 |
30 |
80 |
32 |
31 |
115 |
- |
27 |
70 |
4 |
40 |
36 |
200 |
44 |
39 |
270 |
38 |
34 |
180 |
6 |
45 |
39 |
300 |
50 |
42 |
390 |
44 |
38 |
280 |
8 |
50 |
41 |
400 |
55 |
44 |
510 |
48 |
40 |
360 |
10 |
55 |
43 |
490 |
59 |
46 |
610 |
52 |
42 |
440 |
12 |
58 |
45 |
570 |
62 |
48 |
700 |
55 |
43 |
510 |
14 |
60 |
46 |
640 |
64 |
49 |
780 |
58 |
44 |
570 |
16 |
62 |
47 |
700 |
66 |
50 |
850 |
59 |
45 |
620 |
18 |
64 |
48 |
760 |
68 |
51 |
910 |
61 |
46 |
670 |
20 |
66 |
49 |
820 |
70 |
52 |
980 |
63 |
47 |
720 |
22 |
67 |
50 |
880 |
71 |
53 |
1050 |
64 |
48 |
770 |
24 |
69 |
51 |
950 |
73 |
54 |
1130 |
66 |
49 |
830 |
Komentar
Posting Komentar